PROSES LAHIRNYA ILMU
1.1. Manusia Mencari
Kebenaran
Manusia
mencari kebenaran dengan menggunakan akal sehat (common sense) dan dengan ilmu pengetahuan.
Letak
perbedaan yang mendasar
antara keduanya ialah
berkisar pada kata
“sistematik” dan “terkendali”.
Ada lima hal
pokok yang membedakan
antara ilmu dan
akal sehat. Yang
pertama, ilmu pengetahuan
dikembangkan melalui struktur-stuktur teori,
dan diuji konsistensi
internalnya. Dalam mengembangkan
strukturnya, hal itu
dilakukan dengan tes
ataupun pengujian secara empiris/faktual. Sedang
penggunaan akal sehat
biasanya tidak. Yang
kedua, dalam ilmu
pengetahuan, teori dan
hipotesis selalu diuji
secara empiris/faktual. Halnya
dengan orang yang
bukan ilmuwan dengan
cara “selektif”. Yang
ketiga, adanya pengertian
kendali (kontrol) yang
dalam penelitian ilmiah
dapat mempunyai pengertian
yang bermacam-macam. Yang
keempat, ilmu pengetahuan
menekankan adanya hubungan
antara fenomena secara
sadar dan sistematis.
Pola penghubungnya tidak dilakukan
secara asal-asalan. Yang
kelima, perbedaan terletak
pada cara memberi penjelasan yang
berlainan dalam mengamati
suatu fenomena. Dalam menerangkan
hubungan antar fenomena,
ilmuwan melakukan dengan
hati-hati dan menghindari
penafsiran yang bersifat
metafisis. Proposisi yang
dihasilkan selalu terbuka
untuk pengamatan dan
pengujian secara ilmiah.
1.2 . Terjadinya Proses
Sekularisasi Alam
Pada mulanya
manusia menganggap alam
suatu yang sakral,
sehingga antara subyek
dan obyek tidak
ada batasan. Dalam
perkembangannya sebagaimana telah
disinggung diatas terjadi
pergeseran konsep hukum
(alam). Hukum didefinisikan
sebagai kaitan-kaitan yang
tetap dan harus
ada diantara gejala-gejala. Kaitan-kaitan
yang teratur didalam
alam sejak dulu
diinterpretasikan ke dalam
hukum-hukum normative.
Disini pengertian tersebut
dikaitkan dengan Tuhan
atau para dewa
sebagai pencipta hukum
yang harus ditaati.
Menuju abad ke-16
manusia mulai meninggalkan
pengertian hukum normative
tersebut. Sebagai gantinya
muncullah pengertian hukum
sesuai dengan hukum
alam. Pengertian tersebut
berimplikasi bahwa terdapat
tatanan di alam
dan tatanan tersebut
dapat disimpulkan melalui
penelitian empiris. Para
ilmuwan saat itu
berpendapat bahwa Tuhan
sebagai pencipta hukum
alam secara berangsur-angsur memperoleh
sifat abstrak dan
impersonal. Alam telah
kehilangan kesakralannya sebagai
ganti muncullah gambaran
dunia yang sesuai
dengan ilmu pengetahuan
alam bagi manusia
modern dengan kemampuan
ilmiah manusia mulai
membuka rahasia-rahasia alam.
1.3. Berbagai
Cara Mencari Kebenaran
Dalam sejarah manusia, usaha-usaha
untuk mencari kebenaran telah dilakukan
dengan berbagai cara
seperti :
1.3.1
Secara kebetulan
Ada cerita
yang kebenarannya sukar
dilacak mengenai kasus penemuan obat
malaria yang terjadi
secara kebetulan. Ketika
seorang Indian yang
sakit dan minum
air dikolam dan
akhirnya mendapatkan kesembuhan.
Dan itu terjadi
berulang kali pada
beberapa orang. Akhirnya
diketahui bahwa disekitar
kolam tersebut tumbuh
sejenis pohon yang
kulitnya bisa dijadikan
sebagai obat malaria
yang kemudian berjatuhan
di kolam tersebut.
Penemuan pohon yang
kelak dikemudian hari
dikenal sebagai pohon
kina tersebut adalah
terjadi secara kebetulan
saja.
1.3.2. Trial And Error
Cara
lain untuk mendapatkan
kebenaran ialah dengan
menggunakan metode “trial
and error” yang
artinya coba-coba. Metode
ini bersifat untung-untungan. Salah
satu contoh ialah
model percobaan “problem
box” oleh Thorndike.
Percobaan tersebut adalah
seperti berikut: seekor
kucing yang kelaparan
dimasukkan kedalam “problem
box”—suatu ruangan yang
hanya dapat dibuka
apabila kucing berhasil
menarik ujung tali dengan
membuka pintu. Karena
rasa lapar dan
melihat makanan di
luar maka kucing
berusaha keluar dari
kotak tersebut dengan
berbagai cara. Akhirnya
dengan tidak sengaja
si kucing berhasil
menyentuh simpul tali
yang membuat pintu
jadi terbuka dan
dia berhasil keluar.
Percobaan tersebut
mendasarkan pada hal
yang belum pasti
yaitu kemampuan kucing
tersebut untuk membuka
pintu kotak masalah.
1.3.3
Melalui Otoritas
Kebenaran
bisa didapat melalui
otoritas seseorang yang
memegang kekuasaan, seperti
seorang raja atau
pejabat pemerintah yang
setiap keputusan dan
kebijaksanaannya dianggap benar
oleh bawahannya. Dalam
filsafat Jawa dikenal
dengan istilah ‘Sabda
pendita ratu”
artinya ucapan raja
atau pendeta selalu
benar dan tidak
boleh dibantah lagi.
1.3.4. Berpikir Kritis/Berdasarkan Pengalaman
Metode lain
ialah berpikir kritis
dan berdasarkan pengalaman. Contoh dari
metode ini ialah
berpikir secara deduktif
dan induktif. Secara
deduktif artinya berpikir
dari yang umum
ke khusus; sedang
induktif dari yang
khusus ke yang
umum. Metode deduktif
sudah dipakai selama
ratusan tahun semenjak
jamannya Aristoteles.
1.3.5. Melalui Penyelidikan
Ilmiah
Menurut
Francis Bacon Kebenaran
baru bisa didapat
dengan menggunakan
penyelidikan ilmiah, berpikir
kritis dan induktif.
Catatan :
Selanjutnya
Bacon merumuskan ilmu
adalah kekuasaan. Dalam
rangka melaksanakan kekuasaan,
manusia selanjutnya terlebih
dahulu harus memperoleh
pengetahuan mengenai alam
dengan cara menghubungkan
metoda yang khas,
sebab pengamatan dengan
indera saja, akan
menghasilkan hal yang
tidak dapat dipercaya.
Pengamatan menurut Bacon,
dicampuri dengan gambaran-gambaran palsu
(idola): Gambaran-gambaran palsu
(idola) harus dihilangkan,
dan dengan cara
mengumpulkan fakta-fakta secara
telilti, maka didapat
pengetahuan tentang alam
yang dapat dipercaya.
Sekalipun demikian pengamatan
harus dilakukan secara
sistematis, artinya dilakukan
dalam keadaan yang
dapat dikendalikan dan
diuji secara eksperimantal
sehingga tersusunlah dalil-dalil
umum. Metode berpikir induktif
yang dicetuskan oleh
F. Bacon selanjutnya dilengkapi
dengan pengertian adanya
pentingnya asumsi teoritis dalam
melakukan pengamatan serta
dengan menggabungkan peranan
matematika semakin memacu
tumbuhnya ilmu pengetahuan
modern yang menghasilkan
penemuan-penemuan baru, seperti
pada tahun 1609
Galileo menemukan hukum-hukum
tentang planet, tahun
1618 Snelius menemukan
pemecahan cahaya dan
penemuan-penemuan penting lainnya
oleh Boyle dengan
hukum gasnya, Hygens
dengan teori gelombang
cahaya, Harvey dengan
penemuan peredaran darah,
Leuwenhock menemukan spermatozoide, dan
lain-lain.
1.4. Dasar-Dasar Pengetahuan
Dalam bagian
ini akan dibicarakan
dasar-dasar pengetahuan yang menjadi
ujung tombak berpikir
ilmiah. Dasar-dasar pengetahuan
itu ialah sebagai
berikut :
1.4.1. Penalaran
Yang dimaksud
dengan penalaran ialah
Kegiatan berpikir menurut
pola tertentu, menurut
logika tertentu dengan tujuan
untuk menghasilkan penegtahuan.
Berpikir logis mempunyai
konotasi jamak, bersifat
analitis. Aliran yang
menggunakan penalaran sebagai
sumber kebenaran ini
disebut aliran rasionalisme
dan yang menganggap
fakta dapat tertangkap
melalui pengalaman sebagai
kebenaran disebut aliran
empirisme.
1.4.2.
Logika (Cara Penarikan
Kesimpulan)
Ciri
kedua ialah logika
atau cara penarikan
kesimpulan. Yang dimaksud
dengan logika sebagaimana
didefinisikan oleh William S.S
ialah “pengkajian untuk
berpikir secara sahih
(valid).
Dalam logika
ada dua macam
yaitu logika induktif
dan deduktif. Contoh
menggunakan logika ini
ialah model berpikir
dengan silogisma, seperti
contoh dibawah ini :
Silogisma
§ Premis
mayor : semua
manusia akhirnya mati
§ Premis
minor : Amir
manusia
§ Kesimpulan : Amir
akhirnya akan mati
1.5. Sumber Pengetahuan
Sumber pengetahuan
dalam dunia ini
berawal dari sikap
manusia yang meragukan
setiap gejala yang
ada di alam
semesta ini. Manusia
tidak mau menerima
saja hal-hal yang
ada termasuk nasib
dirinya sendiri. Rene
Descarte pernah berkata “DE
OMNIBUS DUBITANDUM” yang
mempunyai arti bahwa
segala sesuatu harus diragukan.
Persoalan mengenai kriteria
untuk menetapkan kebenaran
itu sulit dipercaya.
Dari berbagai aliran
maka muncullah pula
berbagai kriteria kebenaran.
1.6.
Kriteria Kebenaran
Salah
satu kriteria kebenaran
adalah adanya konsistensi
dengan pernyataan terdahulu
yang dianggap benar.
Sebagai contoh ialah
kasus penjumlahan angka-angka
tersebut dibawah ini
3 +
5 = 8
4 +
4 = 8
6 +
2 = 8
Semua orang
akan menganggap benar
bahwa 3 +
5 = 8,
maka pernyataan berikutnya
bahwa 4 +
4 = 8
juga benar, karena
konsisten dengan pernyataan
sebelumnya.
Beberapa kriteria
kebenaran diantaranya ialah
1.6.1.
Teori Koherensi (Konsisten)
Yang dimaksud
dengan teori koherensi
ialah bahwa suatu pernyataan dianggap
benar bila pernyataan
itu bersifat koheren
dan konsisten dengan
pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang dianggap
benar. Contohnya ialah
matematika yang bentuk
penyusunannya, pembuktiannya berdasarkan
teori koheren.
1.6.2.Teori
Korespondensi (Pernyataan sesuai kenyataan)
Teori korespondensi
dipelopori oleh Bertrand
Russel. Dalam teori
ini suatu pernyataan
dianggap benar apabila
materi pengetahuan yang
dikandung berkorespondensi dengan
objek yang dituju
oleh pernyataan tersebut.
Contohnya ialah apabila
ada seorang yang
mengatakan bahwa ibukota
Inggris adalah London,
maka pernyataan itu
benar. Sedang apabila
dia mengatakan bahwa ibukota Inggris
adalah Jakarta, maka
pernyataan itu salah;
karena secara kenyataan
ibukota Inggris adalah London
bukan Jakarta.
1.6.3. Teori
Pragmatis (Kegunaan di lapangan)
Tokoh utama
dalam teori ini
ialah Charles S
Pierce. Teori pragmatis
mengatakan bahwa kebenaran
suatu pernyataan diukur
dengan criteria apakah
pernyataan tersebut bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis. Kriteria kebenaran
didasarkan atas kegunaan
teori tersebut. Disamping
itu aliran ini
percaya bahwa suatu
teori tidak akan
abadi, dalam jangka
waktu tertentu itu
dapat diubah dengan
mengadakan revisi.
1.7. Ontologi (apa yang
dikaji)
Ontologi ialah
hakikat apa yang
dikaji atau ilmunya
itu sendiri. Seorang
filosof yang bernama
Democritus menerangkan prinsip-prinsip materialisme
mengatakan sebagai berikut
:
Hanya berdasarkan
kebiasaan saja maka
manis itu manis,
panas itu panas,
dingin itu dingin,
warna itu warna.
Artinya, objek penginderaan
sering kita anggap
nyata, padahal tidak
demikian. Hanya atom dan
kehampaan itulah yang
bersifat nyata. Jadi
istilah “manis, panas
dan dingin” itu
hanyalah merupakan terminology
yang kita berikan
kepada gejala yang
ditangkap dengan pancaindera.
Ilmu merupakan
pengetahuan yang mencoba
menafsirkan alam semesta
ini seperti adanya,
oleh karena itu
manusia dalam menggali
ilmu tidak dapat
terlepas dari gejala-gejala
yang berada didalamnya. Dan sifat
ilmu pengetahuan yang
berfungsi membantu manusia
dalam mememecahkan masalah
tidak perlu memiliki
kemutlakan seperti agama
yang memberikan pedoman
terhadap hal-hal yang
paling hakiki dari
kehidupan ini. Sekalipun
demikian sampai tahap
tertentu ilmu perlu memiliki keabsahan
dalam melakukan
generalisasi. Sebagai contoh,
bagaimana kita
mendefinisikan manusia, maka
berbagai penegertianpun akan
muncul pula.
Contoh :
Siapakah manusia iu ? jawab
ilmu ekonomi ialah makhluk
ekonomi Sedang ilmu politik
akan menjawab bahwa
manusia ialah political
animal dan dunia
pendidikan akan mengatakan
manusia ialah homo
educandum.
1.8
Epistimologi (Cara mendapatkan kebenaran)
Yang dimaksud
dengan epistimologi ialah
bagaimana mendapatkan pengetahuan
yang benar.
Beberapa hal
yang perlu diperhatikan
dalam mendapatkan pengetahuan
ialah :
1.
Batasan
kajian ilmu :
secara ontologis ilmu
membatasi pada Pengkajian
objek yang berada
dalam lingkup manusia.
tidak dapat mengkaji
daerah yang bersifat
transcendental (gaib/tidak nyata).
2.
Cara
menyusun pengetahuan : untuk
mendapatkan pengetahuan menjadi
ilmu diperlukan cara
untuk menyusunnya yaitu
dengan cara menggunakan
metode ilmiah.
3.
Diperlukan
landasan yang sesuai
dengan ontologis dan aksiologis
ilmu itu sendiri
4.
Penjelasan
diarahkan pada deskripsi
mengenai hubungan berbagai
faktor yang terikat
dalam suatu konstelasi
penyebab timbulnya suatu gejala
dan proses terjadinya.
5.
Metode
ilmiah harus bersifat
sistematik dan eksplisit
6.
Metode
ilmiah tidak dapat
diterapkan kepada pengetahuan
yang tidak tergolong
pada kelompok ilmu
tersebut. (disiplin
ilmu yang sama)
7.
Ilmu mencoba mencari
penjelasan mengenai alam
dan menjadikan kesimpulan
yang bersifat umum
dan impersonal.
8.
Karakteristik yang
menonjol kerangka pemikiran
teoritis :
a.
Ilmu eksakta :
deduktif, rasio, kuantitatif
b.
Ilmu social :
induktif, empiris, kualitatif
1.9. Beberapa Pengertian
Dasar
Konsep
:
Konsep adalah
istilah dan definisi
yang digunakan untuk
menggambarkan gejala secara
abstrak, contohnya seperti
kejadian, keadaan, kelompok.
Diharapkan peneliti mampu
memformulasikan pemikirannya kedalam
konsep secara jelas
dalam kaitannya dengan
penyederhanaan beberapa masalah
yang berkaitan satu
dengan yang lainnya.
Dalam dunia
penelitian dikenal dua
pengertian mengenai konsep,
yaitu Pertama konsep
yang jelas hubungannya
dengan realita yang
diwakili, contoh : meja,
mobil dll nya Kedua konsep
yang abstrak hubungannya dengan
realitas yang diwakili,
contoh : kecerdasan, kekerabatan,
dll nya.
Konstruk :
Konstruk (construct)
adalah suatu konsep
yang diciptakan dan
digunakan dengan kesengajaan
dan kesadaran untuk
tujuan-tujuan ilmiah tertentu.
Proposisi :
Proposisi adalah
hubungan yang logis
antara dua konsep.
Contoh : dalam penilitian
mengenai mobilitas penduduk,
proposisinya berbunyi : “proses
migrasi tenaga kerja
ditentukan oleh upah“
(Harris dan Todaro).
Dalam penelitian
sosial dikenal ada
dua jenis proposisi;
yang pertama aksioma
atau postulat, yang
kedua teorema. Aksioma
ialah proposisi yang
kebenarannya sudah tidak
lagi dalam penelitian;
sedang teorema ialah
proposisi yag dideduksikan
dari aksioma.
Teori
:
Salah satu
definisi mengenai teori
ialah serangkaian asumsi,
konsep, konstruk, definisi
dan proposisi untuk
menerangkan suatu fenomena
secara sisitematis dengan
cara merumuskan hubungan
antar konsep (Kerlinger,
FN)
Definisi lain
mengatakan bahwa teori
merupakan pengetahuan ilmiah
yang mencakup penjelasan
mengenai suatu faktor
tertentu dari satu
disiplin ilmu. Teori mempunyai beberapa
karakteristik sebagai berikut;
a.
harus konsisten dengan
teori-teori sebelumnya yang
memungkinkan tidak terjadinya
kontraksi dalam teori
keilmuan secara keseluruhan.
b.
harus cocok dengan
fakta-fakta empiris, sebab
teori yang bagaimanapun
konsistennya apabila tidak
didukung oleh pengujian
empiris tidak dapat
diterima kebenarannya secara
ilmiah.
c.
Ada empat cara teori dibangun menurut Melvin
Marx :
1) Model Based Theory,
Berdasarkan teori
pertama teori berkembang adanya jaringan konseptual yang kemudian diuji secara
empiris. Validitas substansi terletak pada tahap-tahap awal dalam pengujian
model, yaitu apakah model bekerja sesuai dengan kebutuhan peneliti.
2)
Teori deduktif,
Teori kedua
mengatakan suatu teori dikembangkan melalui proses deduksi. Deduksi merupakan
bentuk inferensi yang menurunkan sebuah kesimpulan yang didapatkan melalui
penggunaan logika pikiran dengan disertai premis-premis sebagai bukti. Teori
deduktif merupakan suatu teori yang menekankan pada struktur konseptual dan
validitas substansialnya. Teori ini juga berfokus pada pembangunan konsep
sebelum pengujian empiris.
3)
Teori induktif,
Teori ketiga
menekankan pada pendekatan empiris untuk mendapatkan generalisasi. Penarikan
kesimpulan didasarkan pada observasi realitas yang berulang-ulang dan
mengembangkan pernyataan-pernyataan yang berfungsi untuk menerangkan serta
menjelaskan keberadaan pernyataan-pernyataan tersebut.
4)
Teori fungsional
Teori keempat
mengatakan suatu teori dikembangkan melalui interaksi yang berkelanjutan antara
proses konseptualisasi dan pengujian empiris yang mengikutinya. Perbedaan utama
dengan teori deduktif terletak pada proses terjadinya konseptualisasi pada awal
pengembangan teori. Pada teori deduktif rancangan hubungan konspetualnya
diformulasikan dan pengujian dilakukan pada tahap akhir pengembangan teori.
Logika
Ilmiah :
Gabungan antara
logika deduktif dan
induktif dimana rasionalisme
dan empirisme bersama-sama
dalam suatu system
dengan mekanisme korektif.
Hipotesis :
Hipotesis adalah
jawaban sementara terhadap
permasalahan yang sedang
diteliti. Hipotesis merupakan
saran penelitian ilmiah
karena hipotesis adalah
instrumen kerja dari
suatu teori dan
bersifat spesifik yang
siap diuji secara
empiris. Dalam merumuskan
hipotesis pernyataannya
harus merupakan pencerminan
adanya hubungan antara
dua variabel atau
lebih.
Hipotesis yang
bersifat relasional ataupun
deskriptif disebut hipotesis
kerja (Hk), sedang
untuk pengujian statistik
dibutuhkan hipotesis pembanding
hipotesis kerja dan
biasanya merupakan formulasi
terbalik dari hipotesis
kerja. Hipotesis semacam
itu disebut hipotesis
nol (Ho).
Variabel :
Variabel ialah
konstruk-konstruk atau sifat-sifat
yang sedang dipelajari.
Contoh : jenis kelamin,
kelas sosial, mobilitas
pekerjaan dll nya. Ada lima tipe variable yang dikenal dalam penelitian,
yaitu: variable bebas (independent), variable tergantung (dependent),
variable perantara (moderate), variable pengganggu (intervening)
dan variable kontrol (control)
Jika dipandang dari sisi skala pengukurannya maka ada empat macam
variabel: nominal, ordinal,
interval dan ratio.
Definisi Operasional
:
Yang dimaksud
dengan definisi operasional
ialah spesifikasi kegiatan peneliti
dalam mengukur atau
memanipulasi suatu variabel.
Definisi operasional
memberi batasan atau
arti suatu variabel
dengan merinci hal
yang harus dikerjakan
oleh peneliti untuk
mengukur variabel tersebut.
1.20.
Kerangka Ilmiah
1)
Perumusan masalah :
pertanyaan tentang obyek
empiris yang jelas
batas-batasnya serta dapat
diidentifikasikan faktor-
faktor yang terkait
didalamnya.
2)
Penyusunan
kerangka dalam pengajuan
hipotesis:
a.
Menjelaskan
hubungan anatara factor
yang terkait
b.
Disusun secara rasional
c.
Didasarkan pada premis-premis
ilmiah
d.
Memperhatikan
faktor-faktor empiris yang
cocok
3)
Pengujian hipotesis :
mencari
fakta-fakta yang mendukung
hipotesis
4)
Penarikan kesimpulan
1.21.
Sarana Berpikir Ilmiah
bahasa
Yang dimaksud
bahasa disini ialah bahasa
ilmiah yang merupakan
sarana komunikasi ilmiah
yang ditujukan untuk
menyampaikan informasi yang
berupa pengetahuan, syarat-syarat :
·
bebas dari unsur
emotif
·
reproduktif
·
obyektif
·
eksplisit
matematika
Matematika adalah
pengetahuan sebagai sarana
berpikir deduktif sifat
·
jelas, spesifik dan
informatif
·
tidak menimbulkan konotasi
emosional
·
kuantitatif
statistika
statistika ialah
pengetahuan sebagai sarana
berpikir induktif sifat
:
·
dapat
digunakan untuk menguji
tingkat ketelitian
·
untuk
menentukan hubungan kausalitas
antar factor terkait
1.22. Aksiologi (nilai Guna Ilmu)
Aksiologi
ialah menyangkut masalah
nilai kegunaan ilmu.
Ilmu tidak bebas
nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu
kadang ilmu harus
disesuaikan dengan nilai-nilai
budaya dan moral
suatu masyarakat; sehingga
nilai kegunaan ilmu
tersebut dapat dirasakan
oleh masyarakat dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan bersama,
bukan sebaliknya malahan
menimbulkan bencana.
Contoh kasus :
penelitian di Taiwan
Dampak kemajuan
teknologi moderen telah
diteliti dengan model
penelitian yang terintegrasi,
khususnya terhadap masyarakat
dan budaya. Hasil
kemajuan teknologi di
Taiwan telah membawa
negara itu mengalami
“keajaiban ekonomi”, sekalipun
demikian hasilnya tidak
selalu positif. Kemajuan
tersebut membawa banyak
perubahan kebiasaan, tradisi
dan budaya di
Taiwan. Berdasarkan penelitian
tersebut terdapat lima
hal yang telah
berubah selama periode
perkembangan teknologi di
negara tersebut yaitu :
1.
Perubahan-perubahan dalam
struktur industri berupa : meningkatnya sektor
jasa dan peranan
teknologi canggih pada bidang
manufaktur.
2.
Perubahan-perubahan dalam
sruktur pasar berupa :
pasar
3.
menjadi
semakin terbatas, sedang
pengelolaan bisnis menjadi
semakin beragam.
4.
Perubahan-perubahan dalam
struktur kepegawaian berupa :
tenaga professional yang
telah terlatih dalam
bidang teknik menjadi semakin
meningkat.
5.
Perubahan-perubahan struktur
masyarakat berupa : Meningkatnya
jumlah penduduk usia
tua dan konsep
“keluarga besar” dalam proses
diganti dengan konsep
“keluarga kecil”.
Perubahan-perubahan dalam
nilai-nilai sosial berupa :
penghargaan yang lebih
tinggi terhadap keuntungan
secara ekonomis daripada
masalah-masalah keadilan, meningkatnya
kecenderungan masyarakat untuk
bersikap individualistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar